Bahaya Melamin Untuk Makanan |
Penambahan melamin ke makanan tidak
diperbolehkan oleh otoritas pengawas makanan negara mana pun. Studi tentang
efek konsumsi melamin pada manusia belum ada, hasil ekstrapolasi dari studi
pada hewan dapat digunakan untuk memperkirakan efek pada manusia. Hal itu telah
tampak bila melamin bergabung dengan asam sianurat (yang biasa juga terdapat
sebagai pengotor melamin) akan terbentuk kristal yang dapat menjadi batu
ginjal. Melamin bersifat karsinogen pada hewan. Gejala yang diamati akibat
kontaminasi melamin terdapat pada darah di urine, produksi urine yang sedikit,
atau sama sekali tidak dihasilkan, tanda-tanda infeksi ginjal, dan tekanan
darah tinggi.
Melamin memang tidak dapat
dimetabolisme oleh tubuh. Data keselamatan menyatakan, senyawa ini memiliki toksisitas
akut rendah LD50 di tikus, yaitu 3.161 mg per kg berat badan. Pada studi dengan
menggunakan hewan memang dikonfirmasi, asupan melamin murni yang tinggi
mengakibatkan inflamasi kandung kemih dan pembentukan batu kandung kemih. Asupan
harian yang dapat ditoleransi (tolerable daily intake/TDI) melamin adalah 0,63
mg per kg berat badan. Pada masyarakat Eropa, otoritas pengawas makanannya
mengeset standar yang lebih rendah, yaitu 0,5 mg per kg berat badan. Dengan
konsumsi susu formula per kg berat badan bayi sekitar 140 g sehari, kalau bayi
mengonsumsi susu yang terkontaminasi akan menerima asupan melamin 0,013-86,7 mg
per kg berat badannya. Bahkan, kalau mengonsumsi susu yang terkontaminasi 2.563
mg melamin per kg susu, dapat mencapai asupan 358,8 mg per kg berat badannya.
Jauh melampaui batas toleransinya. Analisis protein dalam makanan dengan metode
penentuan nitrogen dalam kasus ini ternyata dapat dikelabui dengan bahan lain
yang kandungan nitrogennya tinggi. Padahal, terdapat cara-cara lain untuk analisis
protein selain dengan penentuan kandungan nitrogen, yang dalam kasus seperti
ini perlu dilakukan. Pengetahuan tentang bahaya penggunaan bahan aditif makanan
harus diberikan ke semua lini, terlebih yang terlibat dalam produksi makanan.
Keinginan mendapat keuntungan lebih besar, yang mungkin dipadukan dengan
ketidaktahuan, ternyata berdampak amat besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar